- NEXT TO
ME -
“I’m far
from good, it’s true. But still I find you next to me..”
PRANG!
“Aku kan udah
bilang, kamu harusnya gausah kerja! Coba kalau misalnya kamu ga kerja, gaakan
ada lembur dan rumah pasti ada yang jaga. Sekarang barang-barang udah dimalingin
semua gini yang rugi kan aku!”
“Aku itu bukan
cuman penjaga rumah ini ya, Mas. Aku istrimu dan aku berhak juga untuk kerja.
Aku capek kita debat hal kayak gini terus. Aku mau cerai.”
Setelah itu, Mamah keluar rumah dengan mobilnya. Tidak lama setelah itu, Papah keluar rumah
juga dengan mobilnya. Mungkin Mamah seperti biasa pergi ke rumah adiknya dan Papah pergi ke kantor memenuhi pikirannya dengan pekerjaan. Selalu seperti itu.
Setelah ada perabotan rumah yang pecah akan diikuti dengan suara mesin mobil
yang menjauhi rumah. Mungkin besok semuanya akan baik-baik saja seperti biasa
lagi.
Tapi sayangnya,
itu hanya “mungkin”. Setelah malam
itu, mereka tidak pulang ke rumah lagi. Pernah suatu hari mamah pulang tapi
hanya membawa pakaian-pakaian dan pergi lagi tanpa bilang apa-apa. Papah pun
sama, melakukan hal yang seperti mamah lakukan 4 hari lalu.
Di saat itulah,
semuanya berubah.
----------
BZZT!
Adit yang baru
bangun setelah begadang sampai jam 4 pagi, langsung mengecek handphone-nya yang bergetar tiada henti,
segera dilihatnya pesan dari pacarnya, Gita.
“Adit, udah
bangun belum?”
“Adit bangun. 5
menit lagi kelas dimulai loh. Aku telfonin kamu daritadi gabisa terus.”
“Dit, hari ini
gamasuk lagi? Udah dua bulan, Dit.”
“Adit, jangan
lupa makan malem ya. Udah jam 7 loh. Kalau udah bangun, telfon aku ya, Dit. Love you.”
Setelah melihat
pesan-pesan singkat dari pacarnya, Adit pun melihat jam dan ternyata jam sudah
menunjukkan pukul 8.30 malam. Dengan enggan, dia menelfon Gita.
“Halo, Adit?
Udah bangun?”
“Udah. Sori
baru bangun.”
“Iya gapapa,
Dit. Udah makan?”
“Belum, lah.
Aku kan baru bangun.” Berisik deh ini
cewek.
“Oh, iya maaf”
Hening.
“Dit?”
“Hm”
“Gapapa.
Yaudah, kamu jangan lupa makan ya.”
“Hm”
Klik.
Telfon pun
dimatikan oleh Adit.
----------
“Mas Adit, udah
bangun? Tadi Mbak mau bangunin tapi gaenak. Makan dulu ya, Mas. Makanannya udah
ada di meja. Kalau ada apa-apa, panggil Mbak aja ya.”
Entah sejak
kapan Mbak Ayu ada di rumah ini. Sebenarnya Adit ingat, Mbak Ayu datang tepat
keesokan harinya setelah Mamah dan Papah pergi keluar rumah malam itu. Mungkin
menurut mereka, selagi ada Mbak Ayu semua urusan di rumah akan aman terkendali.
Padahal yang terjadi kebalikannya. Adit jadi sering mengurung diri di kamar dan
tidak mengikuti kuliah 2 bulan lebih. Gita maupun teman-temannya yang khawatir
akan keadaan Adit sempat mendatangi rumahnya, namun setelah kunjungan pertama
tidak diterima dengan baik oleh Adit, tidak ada lagi yang mendatanginya.
Hari itu tidak
bisa dilupakan Adit. Gita dan teman-temannya datang pada saat Mamah keluar
rumah dengan tas besar berisi pakaiannya. Tatapan mereka. Tatapan kasihan yang
tidak disukai Adit semakin membuat Adit kesal.
“Dit, ada apa?
Lo kan bisa cerita ke kita-kita kalau ada apa-apa.” Kevin yang mulai membuka
obrolan saat itu.
“Iya Dit, kita
pasti dengerin kok dan kita pasti bantu.” sahut Dimas mengiyakan Kevin.
Adit yang sudah
terlalu kesal hanya menjawab “Pergi. Gaada yang bisa kalian bantu.”. Adit
ingat, saat itu, Dimas, Kevin, Yoga, langsung bertatapan bingung dan
meninggalkan mereka setelah anggukan Gita.
Dan dia. Gita.
Tidak memberikan respon apa-apa di saat Adit merasa terpuruk.
“Dit”
“Baru ngomong?”
“Bukan gitu
maksud aku. Tadi kamu lagi emosi, makanya aku diem dulu.”
“Emang sekarang
aku udah nggak emosi?” Pergi aja kek
“Kamu bisa
cerita ke aku, Dit. Kamu kenal aku udah dari SMP, kamu bisa percaya sama aku.”
Nggak untuk saat ini, Git. Maafin aku. “Pulang aja,
Git. Kamu gatau apa-apa.”
“Dit…”
“Pulang.”
Dilihatnya Gita
yang terlihat bingung tidak ingin pergi, tapi Adit tahu Gita pasti menurutinya
karena sifat Gita yang selalu mengalah. Sifat yang selalu disuka Adit.
“Yaudah. Kalau
kamu belum bisa cerita sekarang, aku siap denger kapan aja kok. Aku pulang ya,
Dit.”
Dilihatnya juga
Gita yang diam selama beberapa detik lalu balik badan dan meninggalkan
rumahnya. Maaf, Git. Aku gamau marah ke
kamu. Tapi kamu udah liat hal yang bikin aku terpuruk banget. Aku bukan orang
yang cocok untuk kamu. Tapi aku gabisa lepas kamu.
----------
Lima bulan
terlewati, dan Adit masih sibuk dengan kegiatan pahatnya. Dari kecil, Papahnya
yang selalu mengajari Adit dengan kegiatan pahat memahat. Tanpa disadari, hal
ini menjadi kegiatan yang dilakukan Adit saat sedang terpuruk.
BZZT!
Getaran handphone Adit yang ada di tempat
tidurnya, tidak terasa karena Adit sedang menekuni kegiatan memahatnya.
----------
“Akhirnya
selesai!”
Adit melihat
hasil pahatan terakhirnya dan tersenyum puas. Memang tidak salah, kegiatan ini
bisa menenangkan pikirannya walaupun butuh waktu lama. Namun tidak lama
kemudian, senyumnya kembali memudar.
Gita apa kabar ya?
Adit pun
langsung mengecek handphone-nya. Dia
baru menyadari kalau dia sudah meninggalkan Gita tanpa kabar selama 3 bulan
lebih setelah peristiwa telfon itu. Bukannya Adit ingin menyakiti Gita, tapi
saat itu Adit masih dirundung kesedihan karena malam sebelumnya, Adit dapat
kabar bahwa Mamah dan Papahnya akan cerai dan hak asuh Adit ada di Mamahnya.
Melihat Gita yang masih sering menghubunginya terkadang ingin menghampiri Gita
namun dia takut akhirnya akan seperti orang tuanya.
“Adit, besok
pagi aku sidang skripsi jam 8. Dateng ya, aku bakalan seneng banget kalau kamu
dateng.”
Melihat pesan
singkat terakhir dari Gita yaitu 3 hari lalu, Adit langsung mengecek jam di
layar handphone-nya.
21:00
Terlalu malam. Bahkan di hari pentingmu saja, aku
gabisa hadir, Git.
Segera
dinyalakannya radio untuk menenangkan pikirannya. Adit pun langsung merebahkan
dirinya di kasur.
“…There's something
about the way that you always see the pretty view
Overlook the blooded mess, always lookin' effortless
And still you, still you want me
I got no innocence, faith ain't no privilege
I am a deck of cards, vice or a game of hearts
And still you, still you want me…”
Overlook the blooded mess, always lookin' effortless
And still you, still you want me
I got no innocence, faith ain't no privilege
I am a deck of cards, vice or a game of hearts
And still you, still you want me…”
----------
TINGTONG!
Ayo buka
pintunya siapapun.
“Adit? Kenapa?
Kamu gapapa?”
Git. Makasih tetep peduli sama aku yang harusnya kamu
marah sama aku.
“Happy graduation, Gita. Maaf aku baru
liat chat kamu tadi malem.”
Senyum itu. Kamu masih bisa senyum selebar itu setelah
aku ninggalin kamu berbulan-bulan.
“Gapapa, Dit.
Aku seneng kamu ke sini. Masuk dulu yuk.”
“Eh, Git
tunggu. Kamu mau ke mana? Rapih banget..”
“Oh, ini aku
mau wawancara magang, Dit.”
Dan aku seperti orang asing di sini.
“Git, maaf. Aku
terlalu egois. Aku terlalu fokus sama masalah aku sampe gatau kamu kayak gimana
akhir-akhir ini.”
Please, Git. Jangan senyum.
“Gapapa, Adit.
Aku paham ko. Kita udah saling kenal dari SMP kan?”
“Loh, Adit? Ko
di depan aja? Masuk sini. Tante udah bikin sarapan, ikut yuk.” Terimakasih kepada Mamah kamu yang baik hati
telah melahirkan perempuan yang baik hati juga.
“Gita, buruan.
Adit, ayo sini masuk.”
“Eh, iya Tante.
Ma- makasih.” Eh, ko gagap?
“Hahahaha.
Kenapa jadi grogi sih, Dit? Yuk masuk. Nanti Mamah marah, kamu tau Mamah kayak
gimana kalau kamu gamau makan masakan Mamah.”
----------
“…And oh, stupid things I do
I'm far from good, it's true
But still I find you
Next to me
I'm far from good, it's true
But still I find you
Next to me
So thank you for taking a chance on me
I know it isn't easy
But I hope to be worth it…”
I know it isn't easy
But I hope to be worth it…”
-
NEXT TO ME / IMAGINE DRAGONS -
THE END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar