Sabtu, 02 Juni 2018

Next to Me

Share it Please

-       NEXT TO ME    -

I’m far from good, it’s true. But still I find you next to me..”

PRANG!

“Aku kan udah bilang, kamu harusnya gausah kerja! Coba kalau misalnya kamu ga kerja, gaakan ada lembur dan rumah pasti ada yang jaga. Sekarang barang-barang udah dimalingin semua gini yang rugi kan aku!”
“Aku itu bukan cuman penjaga rumah ini ya, Mas. Aku istrimu dan aku berhak juga untuk kerja. Aku capek kita debat hal kayak gini terus. Aku mau cerai.”

Setelah itu, Mamah keluar rumah dengan mobilnya. Tidak lama setelah itu, Papah keluar rumah juga dengan mobilnya. Mungkin Mamah seperti biasa pergi ke rumah adiknya dan Papah pergi ke kantor memenuhi pikirannya dengan pekerjaan. Selalu seperti itu. Setelah ada perabotan rumah yang pecah akan diikuti dengan suara mesin mobil yang menjauhi rumah. Mungkin besok semuanya akan baik-baik saja seperti biasa lagi.

Tapi sayangnya, itu hanya “mungkin”. Setelah malam itu, mereka tidak pulang ke rumah lagi. Pernah suatu hari mamah pulang tapi hanya membawa pakaian-pakaian dan pergi lagi tanpa bilang apa-apa. Papah pun sama, melakukan hal yang seperti mamah lakukan 4 hari lalu.

Di saat itulah, semuanya berubah.

----------

BZZT!

Adit yang baru bangun setelah begadang sampai jam 4 pagi, langsung mengecek handphone-nya yang bergetar tiada henti, segera dilihatnya pesan dari pacarnya, Gita.
“Adit, udah bangun belum?”
“Adit bangun. 5 menit lagi kelas dimulai loh. Aku telfonin kamu daritadi gabisa terus.”
“Dit, hari ini gamasuk lagi? Udah dua bulan, Dit.”
“Adit, jangan lupa makan malem ya. Udah jam 7 loh. Kalau udah bangun, telfon aku ya, Dit. Love you.

Setelah melihat pesan-pesan singkat dari pacarnya, Adit pun melihat jam dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul 8.30 malam. Dengan enggan, dia menelfon Gita.
“Halo, Adit? Udah bangun?”
“Udah. Sori baru bangun.”
“Iya gapapa, Dit. Udah makan?”
“Belum, lah. Aku kan baru bangun.” Berisik deh ini cewek.
“Oh, iya maaf”

Hening.

“Dit?”
“Hm”
“Gapapa. Yaudah, kamu jangan lupa makan ya.”
“Hm”
Klik.
Telfon pun dimatikan oleh Adit.

----------

“Mas Adit, udah bangun? Tadi Mbak mau bangunin tapi gaenak. Makan dulu ya, Mas. Makanannya udah ada di meja. Kalau ada apa-apa, panggil Mbak aja ya.”

Entah sejak kapan Mbak Ayu ada di rumah ini. Sebenarnya Adit ingat, Mbak Ayu datang tepat keesokan harinya setelah Mamah dan Papah pergi keluar rumah malam itu. Mungkin menurut mereka, selagi ada Mbak Ayu semua urusan di rumah akan aman terkendali. Padahal yang terjadi kebalikannya. Adit jadi sering mengurung diri di kamar dan tidak mengikuti kuliah 2 bulan lebih. Gita maupun teman-temannya yang khawatir akan keadaan Adit sempat mendatangi rumahnya, namun setelah kunjungan pertama tidak diterima dengan baik oleh Adit, tidak ada lagi yang mendatanginya.

Hari itu tidak bisa dilupakan Adit. Gita dan teman-temannya datang pada saat Mamah keluar rumah dengan tas besar berisi pakaiannya. Tatapan mereka. Tatapan kasihan yang tidak disukai Adit semakin membuat Adit kesal.

“Dit, ada apa? Lo kan bisa cerita ke kita-kita kalau ada apa-apa.” Kevin yang mulai membuka obrolan saat itu.
“Iya Dit, kita pasti dengerin kok dan kita pasti bantu.” sahut Dimas mengiyakan Kevin.
Adit yang sudah terlalu kesal hanya menjawab “Pergi. Gaada yang bisa kalian bantu.”. Adit ingat, saat itu, Dimas, Kevin, Yoga, langsung bertatapan bingung dan meninggalkan mereka setelah anggukan Gita.

Dan dia. Gita. Tidak memberikan respon apa-apa di saat Adit merasa terpuruk.

“Dit”
“Baru ngomong?”
“Bukan gitu maksud aku. Tadi kamu lagi emosi, makanya aku diem dulu.”
“Emang sekarang aku udah nggak emosi?” Pergi aja kek
“Kamu bisa cerita ke aku, Dit. Kamu kenal aku udah dari SMP, kamu bisa percaya sama aku.”
Nggak untuk saat ini, Git. Maafin aku. “Pulang aja, Git. Kamu gatau apa-apa.”
“Dit…”
“Pulang.”

Dilihatnya Gita yang terlihat bingung tidak ingin pergi, tapi Adit tahu Gita pasti menurutinya karena sifat Gita yang selalu mengalah. Sifat yang selalu disuka Adit.

“Yaudah. Kalau kamu belum bisa cerita sekarang, aku siap denger kapan aja kok. Aku pulang ya, Dit.”

Dilihatnya juga Gita yang diam selama beberapa detik lalu balik badan dan meninggalkan rumahnya. Maaf, Git. Aku gamau marah ke kamu. Tapi kamu udah liat hal yang bikin aku terpuruk banget. Aku bukan orang yang cocok untuk kamu. Tapi aku gabisa lepas kamu.

----------


Lima bulan terlewati, dan Adit masih sibuk dengan kegiatan pahatnya. Dari kecil, Papahnya yang selalu mengajari Adit dengan kegiatan pahat memahat. Tanpa disadari, hal ini menjadi kegiatan yang dilakukan Adit saat sedang terpuruk.

BZZT!

Getaran handphone Adit yang ada di tempat tidurnya, tidak terasa karena Adit sedang menekuni kegiatan memahatnya.

----------

“Akhirnya selesai!”

Adit melihat hasil pahatan terakhirnya dan tersenyum puas. Memang tidak salah, kegiatan ini bisa menenangkan pikirannya walaupun butuh waktu lama. Namun tidak lama kemudian, senyumnya kembali memudar.

Gita apa kabar ya?

Adit pun langsung mengecek handphone-nya. Dia baru menyadari kalau dia sudah meninggalkan Gita tanpa kabar selama 3 bulan lebih setelah peristiwa telfon itu. Bukannya Adit ingin menyakiti Gita, tapi saat itu Adit masih dirundung kesedihan karena malam sebelumnya, Adit dapat kabar bahwa Mamah dan Papahnya akan cerai dan hak asuh Adit ada di Mamahnya. Melihat Gita yang masih sering menghubunginya terkadang ingin menghampiri Gita namun dia takut akhirnya akan seperti orang tuanya.

“Adit, besok pagi aku sidang skripsi jam 8. Dateng ya, aku bakalan seneng banget kalau kamu dateng.”

Melihat pesan singkat terakhir dari Gita yaitu 3 hari lalu, Adit langsung mengecek jam di layar handphone-nya.

21:00
Terlalu malam. Bahkan di hari pentingmu saja, aku gabisa hadir, Git.

Segera dinyalakannya radio untuk menenangkan pikirannya. Adit pun langsung merebahkan dirinya di kasur.

“…There's something about the way that you always see the pretty view
Overlook the blooded mess, always lookin' effortless
And still you, still you want me
I got no innocence, faith ain't no privilege
I am a deck of cards, vice or a game of hearts
And still you, still you want me…”

----------

TINGTONG!

Ayo buka pintunya siapapun.

“Adit? Kenapa? Kamu gapapa?”

Git. Makasih tetep peduli sama aku yang harusnya kamu marah sama aku.

Happy graduation, Gita. Maaf aku baru liat chat  kamu tadi malem.”

Senyum itu. Kamu masih bisa senyum selebar itu setelah aku ninggalin kamu berbulan-bulan.

“Gapapa, Dit. Aku seneng kamu ke sini. Masuk dulu yuk.”
“Eh, Git tunggu. Kamu mau ke mana? Rapih banget..”
“Oh, ini aku mau wawancara magang, Dit.”

Dan aku seperti orang asing di sini.

“Git, maaf. Aku terlalu egois. Aku terlalu fokus sama masalah aku sampe gatau kamu kayak gimana akhir-akhir ini.”

Please, Git. Jangan senyum.

“Gapapa, Adit. Aku paham ko. Kita udah saling kenal dari SMP kan?”

“Loh, Adit? Ko di depan aja? Masuk sini. Tante udah bikin sarapan, ikut yuk.” Terimakasih kepada Mamah kamu yang baik hati telah melahirkan perempuan yang baik hati juga.
“Gita, buruan. Adit, ayo sini masuk.”

“Eh, iya Tante. Ma- makasih.” Eh, ko gagap?
“Hahahaha. Kenapa jadi grogi sih, Dit? Yuk masuk. Nanti Mamah marah, kamu tau Mamah kayak gimana kalau kamu gamau makan masakan Mamah.”

----------

“…And oh, stupid things I do
I'm far from good, it's true
But still I find you
Next to me
So thank you for taking a chance on me
I know it isn't easy
But I hope to be worth it…”
-       NEXT TO ME / IMAGINE DRAGONS     -




THE END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Search

Follow The Author