Rabu, 16 Januari 2013

Saat Ku Menutup Mata

Share it Please




                TINGNONG…
Bel pintu berbunyi saat David sedang berisitirahat di sofa. Hari itu dia sangat capek sekali. david mengerjakan beberapa hal di sekolah dengan anak OSIS yang lain dalam rangka ulang tahun sekolahnya, yaitu SMA Pelita Jaya.

         “Huffttt…” David mengeluh dengan panjangnya, lalu berdiri dari sofa yang tadi dia tiduri, dan segera  membuka pintu karena bel terus berbunyi yang artinya Mbok Sum sedang tidak ada di rumah. Saat dia membuka pintu, dia melihat sahabatnya, Rose sedang membawa sekeranjang buah-buahan dengan raut wajah yang khawatir. “Hai David, kenapa kamu yang membuka pintu? Mbok Sum kemana? Apa keadaanmu sudah membaik?” tanya Rose dengan bertubi-tubi.
“Aku tidak apa-apa kok Rose, tadi aku hanya kecapekan dan tadi pun sudah beristirahat sejenak di sofa. Mbok Sum sepertinya tidak ada di rumah, aku belum melihatnya sedaritadi saat aku sampai rumah. Masuklah, Rose.” Jawab David dengan raut wajah yang tidak sehat.
“Apa kamu yakin kamu tidak apa-apa? Mukamu masih sangat pucat loh. Eh itu Mbok Sum.” Seru Rose dengan senangnya saat melihat Mbok. “Maaf ya mas David, tadi Mbok lagi tidur jadi ga denger kalo ada yang mengebel dan kalo Mas sudah pulang. Ini juga Mbok bangun karna mendengar suara orang mengobrol…”. “Gapapa kok Mbok, mbok pasti capek, tapi tolong buatkan minuman untuk Rose ya, David mau minum obat dulu.” Potong David dan langsung pergi meninggalkan Rose dan Mbok Sum.
“Mbak Rose mau minum apa?” “Tidak usah Mbok. Nanti Rose yang mengambil sendiri saja. Lagian kayak Rose gapernah ke sini aja deh hehe..” Rose pun menuruh Mbok Sum untuk beristirahat kembali dan langsung menghampiri David ke kamarnya.

         Di kamar David, Rose melihat David sedang mengamati obat yang akan diminumnya. “Obat itu bukan untuk diliatin, Vid. Tapi untuk diminum hehe..” Rose pun menghampiri David. David yang mendengae perkataan Rose langsung tersenyum. “Iya tau kok Rose hehe..” dia pun langsung meminum obatnya sampai habis. “Sini deh Rose, ada yang ingin aku tunjukan.” Rose menghampiri David dengan perasaan yang tidak seperti biasanya. “Ada apa?” David menunjukkan foto-foto di saat dia masih kanak-kanak. Dia bercerita bahwa dia sangat ingin kembali ke masa-masa waktu dia kanak-kanak dulu, dia ingin merasa kebebasan di hari-hari itu. Kebebasan akan bermain ke sana kemari dengan teman-temannya. Kebebasan melakukan apa yang dia mau dengan riang gembira.

          Sekarang, David telah beranjak dewasa, tahun ini dia akan menempati usia 18 tahubn. Dia merasa tidak akan merasakan kebebasan itu kembali. “Hei, Rose, apakah menurutmu aku itu aneh tiba-tiba ingim kembali ke masa-masa kecilku dulu?” tanya David di akhir ceritanya. “Hemm, kenapa kamu berfikir seperti itu? Waktu kita kecil, kita ingin cepat-cepat dewasa, dan di saat kita sudah dewasa, kita ingin kembali ke masa-masa itu. Rasa itu sangatlah manusiawi, Vid.” David pun diam seperti sedang memikirkan sesuatu. “Sudahlah tidak usah difikirkan, kita tuh harus menikmati hidup yang ada bukan untuk meratapi hidup dan terjebak di masa lalu.” Lanjut Rose. Setelah Rose selesai berbicara, David hanya tersenyum dan ia langsung beranjak ke tempat tidur dan seketika ia tertidur pulas. Rose yang melihat tingkah sahabatnya, hanya tersenyum dan saat ia hendak keluar kamar, “Kau adalah teman terbaikku, Rose.” Ia mendengar David berkata seperti itu. Rose pun hanya menutup pintu kamar tersebut.

         Rose masuk ke kamar Mbok Sum untuk pamit pulang, tetapi saat dia melihat Mbok Sum tidur dengan nyenyaknya, Rose tidak ingin mengganggu Mbok Sum yang sudah bertahun-tahun kerja di rumah ini. Jadi dia hanya meninggalkan rumah itu tanpa diketahui dua orang yang sedang tidur.

         Beberapa hari setelah itu, di sekolahnya sedang dilaksanakan perlombaan-perlombaan dalam rangka ulang tahun sekolah. Perlombaan itu banyak sekali, di setiap bidang perlombaan pasti ada murid yang mengikutinya. Perlombaan yang paling sering diminati oleh para murid adalah futsal, basket, menggambar, solo vocal dan vocal group, dan drama. David selalu mengikutin perlombaan basket tiap tahun. Dia dan timnya selalu menang di perlombaan ini.

         Permainan basket David sangatlah lincah, dia lari ke sana kemari untuk mendrible bola dan menshoot kepada temannya, suasana di gym saat itu sangatlah tegang. Perlombaan itu sedang dilaksanakan oleh kelas 12 IPA 1 dan 12 IPA 3. Mata penonton langsung tertuju dengan bolanya, walaupun banyak perempuan yang berkata “Wah keren ya cowok itu..” “Nanti abis ini aku mau ngajak ngobrol nomor punggung 10 ah” dan masih banyak lagi, karna terpukaunya pada keahlian bermain basket kedua kelas ini.

         Di detik-detik terakhir, David merasakan sesuatu yang aneh, dia merasakan dadanya begitu sakit dan sesak, dia sering merasakan sakit ini, Ah… kenapa harus sakit di saat seperti ini? Aku tidak boleh kalah, aku harus tetap maju. Tapi… Kenapa perasaan sakit ini begitu menyakitkan? Apakah makin parah?  David tetap melanjutkan permainannya tanpa menghiraukan pikirannya itu. Dan akhirnya permainan pun selesai dan tim David menang dengan skor 32-20.

         Para pemain pun langsung meminggir dari arena permainan itu, terdengar suara hiruk pikuk dari para penonton. Tetapi saat David sedang jalan ke pintu keluar, dia tiba-tiba jatuh pingsan. Teman-teman se-timnya yang melihat kejadian itu langsung menghampirinya dan membawanya ke UKS, salah satu temannya pun ada yang menghubungi kedua orang tuanya. Tak lama kemudian, orang tua David sampai di sekolahnya, David pun langsung dibawa ke Rumah Sakit tempat biasa dia berobat. Sesampainya di Rumah Sakit, dia langsung dibawa ke ruang UGD dan diperiksa oleh Dokter John, Dokter yang selalu merawat David. Setelah diperiksa, David dibawa ke ruang inap. “Dok… Apakah keadaan David semakin parah?” tanya Ibunya penuh khawatir. “Saya sekarang tidak bisa mengatakan banyak hal. Tapi yang pasti saat ini David sedang mengalami koma ringan, mungkin dia akan sadar setelah beberapa jam atau beberapa hari. Selanjutnya akan saya periksa kembali, sekarang saya harus merawat pasien yang lain. Jadi Ibu dan Bapak hanya menunggu kesadarannya saja dulu.” Dokter John pun meninggalkan Ibu dan Ayah David dalam perasaan yang campur aduk. “Ayah, bagaimana ini? Bagaimana kalau keadaan David semakin memburuk, Yah?” Ibu bertanya dengan perasaan takut. Ayah yang tidak tahu harus berkata apa hanya berkata “Sekarang kita dengarkan saja perkataan Dokter John, kita tetap harus berdoa, Bu.” Setelah itu Ayah dan Ibu pun memasuki ruang perawatan.

         Setelah beberapa hari, akhirnya David sadar dari komanya. Ayah yang melihat itu langsung memanggil Suster dan Dokter untuk memeriksa David. Tetapi, Ayah melihat raut wajah  penuh kekecewaan Dokter John saat sedang memerika David. “Sekarang, kamu hanya perlu  beristirahat ya, Vid. Hem… Pak, ada yang ingin saya sampaikan.” Dokter John dan Ayah pun langsung meninggalkan ruangan. “Kenapa, Dok? Apakah keadaan David memang semakin parah?” tanya Ayah saat sesampainya di luar ruangan.

“Hem… Iya, Pak. Keadaan jantung David saat ini semakin memburuk, anda tahu seharusnya David tidak melakukan aktivitas yang membuat jantungnya semakin melemah, tetapi saya juga tahu bahwa David termasuk anak yang sangat antusias terhadap sesuatu yang dilakukannya. Tapi kalau beberapa hari ke depan, keadaannya semakin memburuk, mungkin kita semua hanya menunggu waktu saja. Ada satu cara, yaitu transplantasi jantung. Tetapi untuk saat ini sangat susah untuk dicari. Tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Maaf sekali lagi..”

“Apakah keadaannya sudah separah itu, Dok? Tidak ada cara lain selain transplantasi jantung?”

“Iya, Pak sudah separah itu. Tidak ada, itu hanya satu-satunya cara. Itupun sangat kecil kemungkinannya untuk sembuh.”

“Hem… Yasudah Dok kalau itu memang satu-satunya cara, tolong carikan jantung untuk anak saya ya, Dok.” Akhirnya Ayah pun pasrah dengan keadaan dan langsung meninggalkan Dokter, bahkan Dokter belum sempat menjawab apa-apa.

         Rose mendengar percakapan Ayah dan Dokter John, dia sangat kaget dengan apa yang didengarnya. Dia tidak pernah menyangka  bahwa sahabatnya yang paling dia sayangi harus menderita seperti ini. Dia pun langsung ke arah ruang perawatan David. Di dalam, dia melihat David sedang beristirahat dan kedua orang tuanya. Rose ingin hanya berdua dengan David, dan diapun memohon kepada kedua orang tuanya untuk meninggalkan mereka berdua. Ayah dan Ibu pun menyetujui apa yang diinginkan Rose. Di luar ruang perawatan, Ayah menceritakan kepada Ibu apa yang tadi dibicarakan oleh Dokter John. Ibu yang mendengar kabar itu langsung lemas seketika. Ayah pun menyarankan untuk ke taman Rumah Sakit untuk menghirup udara segar.

         Sedangkan di dalam ruang perawatan, Rose sedang mengamati sahabatnya dengan tatapan sedih. Dia tidak ingin kehilangan sahabat satu-satunya. Dia kenal David sejak mereka TK. Mereka kenal karena Rose waktu itu sedang menangis di bawah pohon, David yang melihatnya, menghampiri perempuan itu dengan hati-hati. “Hai, kamu kenapa menangis di sini?” tanya David dengan muka lugunya. “Kamu siapa?” jawab Rose dengan suara sesenggukan. “Aku David. Kamu?” “Aku Rose. Kenapa kamu bisa ada di sini?” “Aku tadi sedang berlarian ke sana kemari, dan tiba-tiba aku mendengar suara anak perempuan menangis, lalu aku menelusuri darimana asal suara tersebut, dan di sinilah aku sekarang. Kamu kenapa menangis, Rose?” jelas David. Rose yang melihat muka baik David lalu bercerita mengapa dia bisa di sini dan mengalami perasaan seperti itu. “Tadi aku sedang mau beli permen. Lalu ada seorang anak laki-laki mengambil uangku, aku sudah teriak dan menyuruh dia mengembalikan uangku tetapi anak itu malah lari. Dan sekarang aku jadi tidak bisa makan permen.”. David yang mendengar cerita Rose langsung tersentuh dan berkata “Kamu jangan sedih lagi ya. Karna kita berada di TK yang sama, aku akan melindungimu dari kejahilan anak laki-laki yang lain. Sekarang, ikut aku. Aku akan membelikanmu permen yang banyak.”.  Lalu mereka berdua bermain dengan saat gembira, sejak hari itulah mereka berdua bersahabat.

         “David… Katanya kamu akan melindungiku, tapi kenapa sekarang kamu dalam keadaan seperti ini? Kenapa kamu tetap melakukan aktivitas yang dapat membuat jantungmu semakin melemah setiap hari?” Rose pun saat itu juga menangis. “Rose… Kamu jangan cengeng seperti itu dong. Aku pasti sembuh kok, aku juga akan tetap melindungimu walaupun aku tidak selamat nanti. Aku melakukan aktivitas itu karna aku suka melakukannya, dan aku pikir aku tidak akan merasakan seperti itu lagi. Dan aku melakukan itu untuk berolahraga. Jika aku tidak melakukan sesuatu, maka aku tidak akan tahu apa-apa dengan dunia luar dan aku akan merasa putus asa dalam kondisiku.” Tiba-tiba David terbangun dari tidurnya dan memegang tangan Rose yang gemetaran karna tangisan Rose yang sangat hebat. “Dan janganlah kamu menangis, karna itu akan membuatku sedih.”

         Rose yang mendengar perkataan David dan merasa tanggannya digenggam, langsung tersadar bahwa David mendengar perkataannya tadi. Mereka pun hanyut dalam kebisuan.

         2 tahun kemudian…
Keadaan David semakin memburuk. Harapan satu-satunya orang tuanya hanyalah transplantasi jantung. Dokter John pernah berkata kepada mereka bahwa dia sudah mendapatkan jantung itu. Dan akan dilakukan di esok hari. Keluarga David yang mendengarnya sangat senang, bahkan kakaknya yang bekerja di Australia langsung pulang ke Indonesia saat mendengar kabar itu.

         Malam harinya, saat Ibu David sedang ke toilet, dia mendengar suara gelas jatuh. Saat dia keluar dari toilet, dia melihat David sedang terlentang, tangannya terarah ke bawah, mata tertutup, dan mesin detak jantungnya berbunyi “TIT……”. Ibu yang melihat itu langsung keluar ruang dan berlari mencari Suster, dan Suster itu langsung menghubungi Dokter John dan memberitahu tentang keadaan David. Ibu juga menghubungi keluarganya dan Rose untuk datang ke Rumah Sakit. Suster berkali-kali berusaha untuk membuat David sadar dengan alat setrum jantung. Tetapi, bunyi di mesin detak jantung tidak berubah sama sekali. Tidak lama kemudian, Dokter John datang. Seluruh keluarga David disuruh keluar ruangan.

         Saat Dokter John  keluar ruangan, dia berkata “Maaf… Tidak ada yang bisa kami lakukan..” Ibu yang mendengar perkataan Dokter John langsung menangis meraung-raung. Keluarganya pun langsung menundukkan kepala dan berduka. Rose yang mendengar perkataan sang Dokter hanya bisa diam di tempat, tidak lama dia lari ke luar Rumah Sakit. “David… Semoga kamu tenang di alam sana. Aku tau kamu akan selalu berada di dekatku. Terimakasih untuk selama ini.” Rose pun melihat ke langit dan tersenyum, senyum yang amat sangat tulus dari hatinya. Sesaat, Rose melihat sepucuk surat di meja dekat tempat tidur David, dan dia melihat ‘Untuk Rose’ dan mulai membaca.

Hai Rose, disaat kamu melihat surat ini mungkin aku sudah tidak bisa disisimu lagi. Maaf jika aku tidak pernah punya keberanian untuk bilang ini ke kamu. Selama bertahun-tahun ini aku  mencintai seseorang, dia adalah orang yang selalu mengisi hari-hariku. Aku bertemu dengan dia dibawah langit yang cerah disaat dia sedang menangis karna tidak bisa membeli permen. Wajah lucunya, mata yang penuh dengan airmata membuat hati ini nyaman saat mengingatnya. Kamu tahu perempuan itu kan? Aku gapernah berani untuk bilang perasaan ini kepadanya, tapi sekarang aku memberanikan diri lewat surat ini. Aku… Sayang… Kamu, Rose. Aku cinta kamu, aku cinta anak kecil itu, aku cinta kalian berdua yang sekarang menjadi orang yang sama, yaitu sahabatku.

Tertanda,
David

         “Selamat jalan, Sayang. Semoga kamu tenang di sana. Di sini, mamah akan terus mendoakan kamu…” ucap Ibu yang terdengar oleh telinga Rose, dan dia meninggalkan ruangan sambil berlarian dan airmatanya pun semakin deras turun ke pipinya.

        

        

        

          


2 komentar:

Followers

Search

Follow The Author