TINGNONG…
Bel pintu berbunyi
saat David sedang berisitirahat di sofa. Hari itu dia sangat capek sekali.
david mengerjakan beberapa hal di sekolah dengan anak OSIS yang lain dalam
rangka ulang tahun sekolahnya, yaitu SMA Pelita Jaya.
“Huffttt…” David mengeluh dengan
panjangnya, lalu berdiri dari sofa yang tadi dia tiduri, dan segera membuka pintu karena bel terus berbunyi yang
artinya Mbok Sum sedang tidak ada di rumah. Saat dia membuka pintu, dia melihat
sahabatnya, Rose sedang membawa sekeranjang buah-buahan dengan raut wajah yang
khawatir. “Hai David, kenapa kamu yang membuka pintu? Mbok Sum kemana? Apa
keadaanmu sudah membaik?” tanya Rose dengan bertubi-tubi.
“Aku tidak apa-apa
kok Rose, tadi aku hanya kecapekan dan tadi pun sudah beristirahat sejenak di
sofa. Mbok Sum sepertinya tidak ada di rumah, aku belum melihatnya sedaritadi
saat aku sampai rumah. Masuklah, Rose.” Jawab David dengan raut wajah yang
tidak sehat.
“Apa kamu yakin kamu
tidak apa-apa? Mukamu masih sangat pucat loh. Eh itu Mbok Sum.” Seru Rose
dengan senangnya saat melihat Mbok. “Maaf ya mas David, tadi Mbok lagi tidur
jadi ga denger kalo ada yang mengebel dan kalo Mas sudah pulang. Ini juga Mbok
bangun karna mendengar suara orang mengobrol…”. “Gapapa kok Mbok, mbok pasti
capek, tapi tolong buatkan minuman untuk Rose ya, David mau minum obat dulu.”
Potong David dan langsung pergi meninggalkan Rose dan Mbok Sum.
“Mbak Rose mau minum
apa?” “Tidak usah Mbok. Nanti Rose yang mengambil sendiri saja. Lagian kayak Rose
gapernah ke sini aja deh hehe..” Rose pun menuruh Mbok Sum untuk beristirahat
kembali dan langsung menghampiri David ke kamarnya.
Di kamar David, Rose melihat David
sedang mengamati obat yang akan diminumnya. “Obat itu bukan untuk diliatin,
Vid. Tapi untuk diminum hehe..” Rose pun menghampiri David. David yang
mendengae perkataan Rose langsung tersenyum. “Iya tau kok Rose hehe..” dia pun
langsung meminum obatnya sampai habis. “Sini deh Rose, ada yang ingin aku
tunjukan.” Rose menghampiri David dengan perasaan yang tidak seperti biasanya.
“Ada apa?” David menunjukkan foto-foto di saat dia masih kanak-kanak. Dia
bercerita bahwa dia sangat ingin kembali ke masa-masa waktu dia kanak-kanak
dulu, dia ingin merasa kebebasan di hari-hari itu. Kebebasan akan bermain ke
sana kemari dengan teman-temannya. Kebebasan melakukan apa yang dia mau dengan
riang gembira.
Sekarang, David telah beranjak dewasa, tahun
ini dia akan menempati usia 18 tahubn. Dia merasa tidak akan merasakan
kebebasan itu kembali. “Hei, Rose, apakah menurutmu aku itu aneh tiba-tiba
ingim kembali ke masa-masa kecilku dulu?” tanya David di akhir ceritanya.
“Hemm, kenapa kamu berfikir seperti itu? Waktu kita kecil, kita ingin
cepat-cepat dewasa, dan di saat kita sudah dewasa, kita ingin kembali ke
masa-masa itu. Rasa itu sangatlah manusiawi, Vid.” David pun diam seperti
sedang memikirkan sesuatu. “Sudahlah tidak usah difikirkan, kita tuh harus
menikmati hidup yang ada bukan untuk meratapi hidup dan terjebak di masa lalu.”
Lanjut Rose. Setelah Rose selesai berbicara, David hanya tersenyum dan ia
langsung beranjak ke tempat tidur dan seketika ia tertidur pulas. Rose yang
melihat tingkah sahabatnya, hanya tersenyum dan saat ia hendak keluar kamar,
“Kau adalah teman terbaikku, Rose.” Ia mendengar David berkata seperti itu.
Rose pun hanya menutup pintu kamar tersebut.
Rose masuk ke kamar Mbok Sum untuk
pamit pulang, tetapi saat dia melihat Mbok Sum tidur dengan nyenyaknya, Rose
tidak ingin mengganggu Mbok Sum yang sudah bertahun-tahun kerja di rumah ini.
Jadi dia hanya meninggalkan rumah itu tanpa diketahui dua orang yang sedang
tidur.
Beberapa hari setelah itu, di
sekolahnya sedang dilaksanakan perlombaan-perlombaan dalam rangka ulang tahun
sekolah. Perlombaan itu banyak sekali, di setiap bidang perlombaan pasti ada
murid yang mengikutinya. Perlombaan yang paling sering diminati oleh para murid
adalah futsal, basket, menggambar, solo vocal dan vocal group, dan drama. David
selalu mengikutin perlombaan basket tiap tahun. Dia dan timnya selalu menang di
perlombaan ini.
Permainan basket David sangatlah
lincah, dia lari ke sana kemari untuk mendrible bola dan menshoot kepada
temannya, suasana di gym saat itu sangatlah tegang. Perlombaan itu sedang
dilaksanakan oleh kelas 12 IPA 1 dan 12 IPA 3. Mata penonton langsung tertuju
dengan bolanya, walaupun banyak perempuan yang berkata “Wah keren ya cowok
itu..” “Nanti abis ini aku mau ngajak ngobrol nomor punggung 10 ah” dan masih
banyak lagi, karna terpukaunya pada keahlian bermain basket kedua kelas ini.
Di detik-detik terakhir, David
merasakan sesuatu yang aneh, dia merasakan dadanya begitu sakit dan sesak, dia
sering merasakan sakit ini, Ah… kenapa
harus sakit di saat seperti ini? Aku tidak boleh kalah, aku harus tetap maju.
Tapi… Kenapa perasaan sakit ini begitu menyakitkan? Apakah makin parah? David tetap melanjutkan permainannya tanpa
menghiraukan pikirannya itu. Dan akhirnya permainan pun selesai dan tim David
menang dengan skor 32-20.
Para pemain pun langsung meminggir dari
arena permainan itu, terdengar suara hiruk pikuk dari para penonton. Tetapi
saat David sedang jalan ke pintu keluar, dia tiba-tiba jatuh pingsan.
Teman-teman se-timnya yang melihat kejadian itu langsung menghampirinya dan
membawanya ke UKS, salah satu temannya pun ada yang menghubungi kedua orang
tuanya. Tak lama kemudian, orang tua David sampai di sekolahnya, David pun
langsung dibawa ke Rumah Sakit tempat biasa dia berobat. Sesampainya di Rumah
Sakit, dia langsung dibawa ke ruang UGD dan diperiksa oleh Dokter John, Dokter
yang selalu merawat David. Setelah diperiksa, David dibawa ke ruang inap. “Dok…
Apakah keadaan David semakin parah?” tanya Ibunya penuh khawatir. “Saya
sekarang tidak bisa mengatakan banyak hal. Tapi yang pasti saat ini David
sedang mengalami koma ringan, mungkin dia akan sadar setelah beberapa jam atau
beberapa hari. Selanjutnya akan saya periksa kembali, sekarang saya harus
merawat pasien yang lain. Jadi Ibu dan Bapak hanya menunggu kesadarannya saja
dulu.” Dokter John pun meninggalkan Ibu dan Ayah David dalam perasaan yang
campur aduk. “Ayah, bagaimana ini? Bagaimana kalau keadaan David semakin
memburuk, Yah?” Ibu bertanya dengan perasaan takut. Ayah yang tidak tahu harus
berkata apa hanya berkata “Sekarang kita dengarkan saja perkataan Dokter John,
kita tetap harus berdoa, Bu.” Setelah itu Ayah dan Ibu pun memasuki ruang
perawatan.
Setelah beberapa hari, akhirnya David
sadar dari komanya. Ayah yang melihat itu langsung memanggil Suster dan Dokter
untuk memeriksa David. Tetapi, Ayah melihat raut wajah penuh kekecewaan Dokter John saat sedang
memerika David. “Sekarang, kamu hanya perlu
beristirahat ya, Vid. Hem… Pak, ada yang ingin saya sampaikan.” Dokter
John dan Ayah pun langsung meninggalkan ruangan. “Kenapa, Dok? Apakah keadaan
David memang semakin parah?” tanya Ayah saat sesampainya di luar ruangan.
“Hem… Iya, Pak.
Keadaan jantung David saat ini semakin memburuk, anda tahu seharusnya David
tidak melakukan aktivitas yang membuat jantungnya semakin melemah, tetapi saya
juga tahu bahwa David termasuk anak yang sangat antusias terhadap sesuatu yang
dilakukannya. Tapi kalau beberapa hari ke depan, keadaannya semakin memburuk,
mungkin kita semua hanya menunggu waktu saja. Ada satu cara, yaitu
transplantasi jantung. Tetapi untuk saat ini sangat susah untuk dicari. Tapi
saya akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Maaf sekali lagi..”
“Apakah keadaannya
sudah separah itu, Dok? Tidak ada cara lain selain transplantasi jantung?”
“Iya, Pak sudah
separah itu. Tidak ada, itu hanya satu-satunya cara. Itupun sangat kecil
kemungkinannya untuk sembuh.”
“Hem… Yasudah Dok
kalau itu memang satu-satunya cara, tolong carikan jantung untuk anak saya ya,
Dok.” Akhirnya Ayah pun pasrah dengan keadaan dan langsung meninggalkan Dokter,
bahkan Dokter belum sempat menjawab apa-apa.
Rose mendengar percakapan Ayah dan
Dokter John, dia sangat kaget dengan apa yang didengarnya. Dia tidak pernah
menyangka bahwa sahabatnya yang paling
dia sayangi harus menderita seperti ini. Dia pun langsung ke arah ruang
perawatan David. Di dalam, dia melihat David sedang beristirahat dan kedua
orang tuanya. Rose ingin hanya berdua dengan David, dan diapun memohon kepada
kedua orang tuanya untuk meninggalkan mereka berdua. Ayah dan Ibu pun
menyetujui apa yang diinginkan Rose. Di luar ruang perawatan, Ayah menceritakan
kepada Ibu apa yang tadi dibicarakan oleh Dokter John. Ibu yang mendengar kabar
itu langsung lemas seketika. Ayah pun menyarankan untuk ke taman Rumah Sakit
untuk menghirup udara segar.
Sedangkan di dalam ruang perawatan,
Rose sedang mengamati sahabatnya dengan tatapan sedih. Dia tidak ingin
kehilangan sahabat satu-satunya. Dia kenal David sejak mereka TK. Mereka kenal
karena Rose waktu itu sedang menangis di bawah pohon, David yang melihatnya,
menghampiri perempuan itu dengan hati-hati. “Hai, kamu kenapa menangis di
sini?” tanya David dengan muka lugunya. “Kamu siapa?” jawab Rose dengan suara
sesenggukan. “Aku David. Kamu?” “Aku Rose. Kenapa kamu bisa ada di sini?” “Aku
tadi sedang berlarian ke sana kemari, dan tiba-tiba aku mendengar suara anak
perempuan menangis, lalu aku menelusuri darimana asal suara tersebut, dan di
sinilah aku sekarang. Kamu kenapa menangis, Rose?” jelas David. Rose yang
melihat muka baik David lalu bercerita mengapa dia bisa di sini dan mengalami
perasaan seperti itu. “Tadi aku sedang mau beli permen. Lalu ada seorang anak
laki-laki mengambil uangku, aku sudah teriak dan menyuruh dia mengembalikan
uangku tetapi anak itu malah lari. Dan sekarang aku jadi tidak bisa makan
permen.”. David yang mendengar cerita Rose langsung tersentuh dan berkata “Kamu
jangan sedih lagi ya. Karna kita berada di TK yang sama, aku akan melindungimu
dari kejahilan anak laki-laki yang lain. Sekarang, ikut aku. Aku akan
membelikanmu permen yang banyak.”. Lalu
mereka berdua bermain dengan saat gembira, sejak hari itulah mereka berdua
bersahabat.
“David… Katanya kamu akan melindungiku,
tapi kenapa sekarang kamu dalam keadaan seperti ini? Kenapa kamu tetap
melakukan aktivitas yang dapat membuat jantungmu semakin melemah setiap hari?”
Rose pun saat itu juga menangis. “Rose… Kamu jangan cengeng seperti itu dong.
Aku pasti sembuh kok, aku juga akan tetap melindungimu walaupun aku tidak
selamat nanti. Aku melakukan aktivitas itu karna aku suka melakukannya, dan aku
pikir aku tidak akan merasakan seperti itu lagi. Dan aku melakukan itu untuk
berolahraga. Jika aku tidak melakukan sesuatu, maka aku tidak akan tahu apa-apa
dengan dunia luar dan aku akan merasa putus asa dalam kondisiku.” Tiba-tiba
David terbangun dari tidurnya dan memegang tangan Rose yang gemetaran karna
tangisan Rose yang sangat hebat. “Dan janganlah kamu menangis, karna itu akan
membuatku sedih.”
Rose yang mendengar perkataan David dan
merasa tanggannya digenggam, langsung tersadar bahwa David mendengar
perkataannya tadi. Mereka pun hanyut dalam kebisuan.
2 tahun kemudian…
Keadaan David
semakin memburuk. Harapan satu-satunya orang tuanya hanyalah transplantasi
jantung. Dokter John pernah berkata kepada mereka bahwa dia sudah mendapatkan
jantung itu. Dan akan dilakukan di esok hari. Keluarga David yang mendengarnya
sangat senang, bahkan kakaknya yang bekerja di Australia langsung pulang ke
Indonesia saat mendengar kabar itu.
Malam harinya, saat Ibu David sedang ke
toilet, dia mendengar suara gelas jatuh. Saat dia keluar dari toilet, dia
melihat David sedang terlentang, tangannya terarah ke bawah, mata tertutup, dan
mesin detak jantungnya berbunyi “TIT……”. Ibu yang melihat itu langsung keluar
ruang dan berlari mencari Suster, dan Suster itu langsung menghubungi Dokter
John dan memberitahu tentang keadaan David. Ibu juga menghubungi keluarganya
dan Rose untuk datang ke Rumah Sakit. Suster berkali-kali berusaha untuk
membuat David sadar dengan alat setrum jantung. Tetapi, bunyi di mesin detak
jantung tidak berubah sama sekali. Tidak lama kemudian, Dokter John datang.
Seluruh keluarga David disuruh keluar ruangan.
Saat Dokter John keluar ruangan, dia berkata “Maaf… Tidak ada
yang bisa kami lakukan..” Ibu yang mendengar perkataan Dokter John langsung
menangis meraung-raung. Keluarganya pun langsung menundukkan kepala dan
berduka. Rose yang mendengar perkataan sang Dokter hanya bisa diam di tempat,
tidak lama dia lari ke luar Rumah Sakit. “David… Semoga kamu tenang di alam
sana. Aku tau kamu akan selalu berada di dekatku. Terimakasih untuk selama
ini.” Rose pun melihat ke langit dan tersenyum, senyum yang amat sangat tulus
dari hatinya. Sesaat, Rose melihat sepucuk surat di meja dekat tempat tidur
David, dan dia melihat ‘Untuk Rose’ dan mulai membaca.
Hai Rose, disaat kamu melihat surat ini mungkin aku sudah
tidak bisa disisimu lagi. Maaf jika aku tidak pernah punya keberanian untuk
bilang ini ke kamu. Selama bertahun-tahun ini aku mencintai seseorang, dia adalah orang yang
selalu mengisi hari-hariku. Aku bertemu dengan dia dibawah langit yang cerah
disaat dia sedang menangis karna tidak bisa membeli permen. Wajah lucunya, mata
yang penuh dengan airmata membuat hati ini nyaman saat mengingatnya. Kamu tahu
perempuan itu kan? Aku gapernah berani untuk bilang perasaan ini kepadanya, tapi
sekarang aku memberanikan diri lewat surat ini. Aku… Sayang… Kamu, Rose. Aku
cinta kamu, aku cinta anak kecil itu, aku cinta kalian berdua yang sekarang
menjadi orang yang sama, yaitu sahabatku.
Tertanda,
David
“Selamat jalan, Sayang. Semoga kamu tenang
di sana. Di sini, mamah akan terus mendoakan kamu…” ucap Ibu yang terdengar
oleh telinga Rose, dan dia meninggalkan ruangan sambil berlarian dan airmatanya
pun semakin deras turun ke pipinya.
hahaha terharu gw bacanyaa wkwkwk
BalasHapuswkwkwk ngena gitu yek
BalasHapus